Direktur Riset dan Pemenangan PatraData Hasmin Aries Pratama dalam keterangan diterima di Palembang, Kamis, mengatakan pertarungan petahana Herman Deru versus Mawardi Yahya pada perebutan menjadi orang nomor satu di Sumatera Selatan dipastikan akan berjalan keras dan seru.
Meski sejak awal beredar banyak nama yang diperkirakan akan ikut bertarung yakni Heri Amalindo-Popp Ali, Holda-Meli Mustika (Home), dan Eddy Santana Putra (ESP)-Andi Asmara, mantan pasangan di atas tadi yang menunjukkan progres dukungan dan rekomendasi dari partai-partai besar khususnya.
Pasangan Mawardi Yahya-Anita Noeringhati, yang disingkat Matahati akan diusung oleh Gerindra, Golkar, dan PAN. Sedangkan Herman Deru-Cik Ujang, yang disingkat HDCU akan diusung Nasdem, PKS dan Demokrat. Herman Deru, mantan Bupati Ogan Komering Ulu Timur (2005-2015) tampaknya akan mendapat perlawanan sengit dari bekas wakilnya sendiri, Mawardi Yahya, yang kini menjadi anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra. Herman Deru memilih berpasangan dengan Cik Ujang, Ketua DPD Partai Demokrat Sumsel yang sebelumnya juga adalah Bupati Lahat (2018–2023). Sementara Mawardi sendiri akan berpasangan dengan Anita Noeringhati, kader Golkar yang saat ini Ketua DPRD Sumsel.
Kemungkinan muncul pasangan calon baru masih terbuka sebab PDI Perjuangan, PKB, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Hanura, Perindo, dan PPP belum menentukan sikap akhir tentang siapa figur yang diusungnya.
“Jika hanya tiga pasang calon maka pertarungan perebutan suara di Pilgub Sumsel akan sangat sengit karena peta kekuatannya nyaris berimbang,” katanya.
PatraData Dashboard System (PDS), lembaga riset dan pendampingan politik dengan bigdata yang mengembangkan algoritma politik melakukan simulasi peta kekuatan politik di Sumatera Selatan memastikan pertarungan berjalan keras.
Metode kerja platform PatraData ini sendiri memotret pemetaan politik dengan menghitung dan mengidentifikasi pola dan kecenderungan pemilih berdasarkan hasil Pemilu selama sepuluh tahun terakhir.
Modal politik pasangan Mawardi Yahya – Anita Noeringhati (Matahati) sangatlah menjanjikan. Secara pencapaian politik, parpol pengusung pasangan ini tak bisa dianggap sepele. Dari 6.326.348 pemilih berdasarkan DPT 2024 yang memilih pada 25.985 TPS, Golkar menjadi partai berhasil meraih suara terbanyak dengan 749.720 suara dan menguasai 12 kursi (16 persen) di DPRD Provinsi. Disusul Gerindra (716.413 suara) atau 11 kursi (15 persen). Namun apabila PAN yang memperoleh 411.711 suara dan 6 kursi (8 persen) pada Pemilu 2024 itu mendukung koalisi Matahati, artinya itu menambah kekuatan koalisi Matahati menjadi 39 persen suara atau 29 kursi.
Sedangkan, koalisi Nasdem, PKS, dan Demokrat yang mencalonkan Herman Deru-Cik Ujang memiliki modal politik 1.432.381 suara atau 33 persen suara. Dari dua koalisi terkuat ini, tak ada yang menguasai perolehan suara secara mayoritas di atas 50 persen. Sementara, partai-partai yang belum menentukan pilihan calon yang sekitar 27 persen akan sangat menentukan peta kekuatan kandidat. Praktis, dengan peta kekuatan seperti ini, pertarungannya akan sangat keras dan terbuka.
Keberimbangan ditunjukkan oleh tidak adanya koalisi partai yang mendominasi secara telak di 18 kabupaten/kota. Gabungan perolehan suara pengusung Matahati unggul di 11 dari 18 Kabupaten, yaitu di Lubuk Linggau (37 persen ), Palembang (42 persen), Prabumulih (37 persen), Banyuasin (36 persen), Empat Lawang (58 persen), Muara Enim (40 persen), Musi Banyuasin (42%), Musi Rawas (43 persen), Ogan Ilir (35 persen), dan PAL (Panukal Abab Lematang) Ilir (37 persen).
Dari ke-11 keunggulan tersebut, Matahati sangat dominan di Luwu Utara yakni mencapai 80 persen, Di Empat Lawang Matahati unggul 58 persen. Selebihnya semata unggul tipis dari koalisi atau gabungan partai lain. Di Musi Rawas Utara koalisi Matahati bahkan teridentifikasi cukup lemah yakni hanya bermodal politik 28 persen.
Sementara itu, gabungan suara koalisi pengusung HDCU tidak satupun unggul hampir semua kabupaten/kota. Hanya di Palembang koalisi HDCU raup modal politik hingga 40 persen terpaut hanya dua persen (2 persen) dari koalisi Matahati. Koalisi partai pengusung HDCU justru terbaca lemah di beberapa kabupaten/kota, seperti di Empat Lawang (17 persen) dan Musi Banyuasin (18 persen).
Gabungan suara partai-partai yang belum menentukan pilihan justru unggul di 6 kabupaten/kota. Yakni, Pagar Alam (36 persen), Lahat (40 persen), Musi Rawas Utara (40 persen), OKI (38 persen), OKU (42 persen), OKU Selatan (42 persen), dan OKU Timur (35 persen).
Simulasi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada koalisi partai yang benar-benar dominan dalam modal politik yang bisa dikonversikan menjadi modal elektabilitas. Selisih antara satu koalisi dengan lain tidak terpaut jauh.
Namun, jika disimulasikan hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan/desa, akan terlihat di mana kantung-kantung suara potensial di antara para kandidat. Di Kota Palembang, misalnya, modal koalisi partai pendukung Matahati relatif sedikit lebih kuat dengan total penguasaan suara 42 persen. Sementara, koalisi partai pendukung Herman Deru-Cik Ujang 40 persen. Sisanya 18 persen tersebar di partai-partai yang belum menentukan calon.
Namun terdapat satu hal yang tampaknya perlu dicermati pasangan Herman Deru – Cik Ujang bahwa koalisi pengusung Matahati adalah koalisi pemenang Pilpres. Dalam banyak analisis, situasi bagi pasangan kandidat yang berhadapan dengan koalisi pemenang Pilpres bisa menjadi rumit dan bahkan merugikan dengan mengaca pada Pilpres 2024.
“Praktis Pilkada di Sumatera Selatan akan berlangsung seru. Pemenang adalah mereka yang mampu menghitung secara detil peta dan modal politik sekaligus piawai merancang micro-targeting,” kata Hasmin.
Pewarta: Ahmad Rafli Baiduri
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024